Fintech : Upaya Peningkatkan Efektifitas dan Daya Guna Filantropi Islam Melalui Digitalisasi
Oleh : Andhika Wilda Maulidhian
Secara rinci istilah filantropi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu philos (cinta) dan anthropos (manusia) (Wiranti, 2021). Sementara menurut Amar (2017), filantropi merupakan konseptualisasi dari praktik memberi (giving), pelayanan (services) dan asosiasi (association) secara sukarela guna memberikan bantuan kepada pihak lain yang membutuhkan sehingga memberikan suatu ruang yang disebut dengan ekspresi cinta (Kharima, Muslimah and Anjani, 2021).
Produk-produk dari filantropi Islam telah dikenal masyarakat umum dalam kehidupan sehari-hari seperti Zakat, Infak, Shadaqah, dan Waqaf (ZISWAF). Di Indonesia pengelolaan ZISWAF berdasarkan Pasal 1 angka 7 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (“UU 23/2011) dilakukan oleh lembaga Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yakni lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
Pengelolaan filantropi islam di Indonesia belum dilakukan secara optimal dan masih mengalami berbagai macam kendala. Hasil penelitian menyatakan bahwa beberapa persoalan utama zakat dan produk filantropi islam lainya adalah adanya gap yang sangat besar antara potensi dengan realisasinya, hal ini disebabkan masalah kelembagaan pengelola, kesadaran masyarakat, serta masalah sistem manajemen pengelola yang belum terpadu. Selain itu faktor transparansi yang masih rendah dari lembaga yang mengelola serta menghimpun ZISWAF (Huda et al., 2014).
Melihat permasalahan yang ada, jawaban paling tepat sebagai salah satu upaya perbaikan system filantropi Islam adalah melalui digitalisasi. Berdasarkan laporan We Are Social, Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi pengguna internet terbesar mencapai 204,7 juta jiwa per Januari 2022. Jumlah itu naik tipis 1,03% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu pada Januari 2021 (Annur, 2022).
Macam-macam produk fintech di Indonesia :
Manfaat dari digitalilasi fintech pada filantropi islam nantinya akan meminimalisir adanya Maysir, Gharar dan Riba dalam proses permindahan dananya. Dari sisi konsumen/pengguna akan mendapat layanan yang lebih baik, dengan pilihan yang lebih beragam dan harga yang lebih murah, mereka juga dapat dengan mudah controlling dan pengawasan karena adanya transparansi.
Dengan demikian dapat disimpulkan peningkatan digitalisasi berupa financial technologi dapat meningkatkan efektivitas filantropi islam dengan cara memperbaiki sistem penyaluran hingga pengelolaanya, dari hulu hingga hilir. Diharapkan dengan adanya upgrade yang sesuai dengan perkembangan zaman, filantropi islam dapat berkembang dan mampu bersaing secara sehat dengan produk-produk konvensional guna peningkatan ekonomi syariah.
#EKSYARTICLE
#KSEILenteraAsa
#AccelerateShineAchieve
#ArtikelEkonomiSyariah
Mengenal Dasar Farmasi dan Kosmetika Bersertifikat Halal di Indonesia
Karya : Lathifah Novi Ramadani
Perkembangan industri halal mulai menapaki era baru yaitu dengan mamasuki tren Global Bisnis. Tren Global Bisnis Halal pada tahun 2016 menyebutkan terdapat 10 sektor yang secara bisnis dan ekonomi memiliki kontribusi yang cukup besar dalam industri halal yang salah satunya adalah sektor industri kosmetik dan farmasi (IIHLEC, 2016).
Sertifikat halal merupakan syarat untuk mencantumkan label halal dalam setiap produk pangan, obat obatan, dan kosmetik. Tujuan pelaksanaan sertifikasi halal adalah untuk memberikan kepastian kehalalan suatu produk sehingga dapat menenangkan batin yang mengkonsumsinya. Sertifikat halal MUI diberikan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI sebagai lembaga otonom dibentuk oleh MUI (Iman Nur et al., 2021).
Berikut ini adalah tahapan yang dilewati perusahaan yang akan mendaftar proses sertifikasi halal:
Produk halal yang beredar merupakan bagian dari sistem hukum sebagai upaya perlindungan konsumen dalam hukum Islam. Oleh karena itu, terdapat sertifikasi halal yang berasal dari LPPOM MUI yang diberikan ke produk farmasi maupun kosmetik yang sudah terbukti halal. Sertifikasi halal dapat diajukan oleh perusahaan kosmetik atau farmasi ke LPPOM MUI dengan menerapkan Sistem Jaminan Halal. Produk kosmetik dan farmasi yang memiliki sertifikasi halal akan menjamin kehalalan produk tersebut sehingga dapat dipakai oleh umat Muslim di seluruh Indonesia.
#EKSYARTICLE
#KSEILenteraAsa
#AccelerateShineAchieve
#ArtikelEkonomiSyariah