Fintech : Upaya Peningkatkan Efektifitas dan Daya Guna Filantropi Islam Melalui Digitalisasi
Oleh : Andhika Wilda Maulidhian
Secara rinci istilah filantropi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu philos (cinta) dan anthropos (manusia) (Wiranti, 2021). Sementara menurut Amar (2017), filantropi merupakan konseptualisasi dari praktik memberi (giving), pelayanan (services) dan asosiasi (association) secara sukarela guna memberikan bantuan kepada pihak lain yang membutuhkan sehingga memberikan suatu ruang yang disebut dengan ekspresi cinta (Kharima, Muslimah and Anjani, 2021).
Produk-produk dari filantropi Islam telah dikenal masyarakat umum dalam kehidupan sehari-hari seperti Zakat, Infak, Shadaqah, dan Waqaf (ZISWAF). Di Indonesia pengelolaan ZISWAF berdasarkan Pasal 1 angka 7 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (“UU 23/2011) dilakukan oleh lembaga Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yakni lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
Pengelolaan filantropi islam di Indonesia belum dilakukan secara optimal dan masih mengalami berbagai macam kendala. Hasil penelitian menyatakan bahwa beberapa persoalan utama zakat dan produk filantropi islam lainya adalah adanya gap yang sangat besar antara potensi dengan realisasinya, hal ini disebabkan masalah kelembagaan pengelola, kesadaran masyarakat, serta masalah sistem manajemen pengelola yang belum terpadu. Selain itu faktor transparansi yang masih rendah dari lembaga yang mengelola serta menghimpun ZISWAF (Huda et al., 2014).
Melihat permasalahan yang ada, jawaban paling tepat sebagai salah satu upaya perbaikan system filantropi Islam adalah melalui digitalisasi. Berdasarkan laporan We Are Social, Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi pengguna internet terbesar mencapai 204,7 juta jiwa per Januari 2022. Jumlah itu naik tipis 1,03% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu pada Januari 2021 (Annur, 2022).
Macam-macam produk fintech di Indonesia :
Manfaat dari digitalilasi fintech pada filantropi islam nantinya akan meminimalisir adanya Maysir, Gharar dan Riba dalam proses permindahan dananya. Dari sisi konsumen/pengguna akan mendapat layanan yang lebih baik, dengan pilihan yang lebih beragam dan harga yang lebih murah, mereka juga dapat dengan mudah controlling dan pengawasan karena adanya transparansi.
Dengan demikian dapat disimpulkan peningkatan digitalisasi berupa financial technologi dapat meningkatkan efektivitas filantropi islam dengan cara memperbaiki sistem penyaluran hingga pengelolaanya, dari hulu hingga hilir. Diharapkan dengan adanya upgrade yang sesuai dengan perkembangan zaman, filantropi islam dapat berkembang dan mampu bersaing secara sehat dengan produk-produk konvensional guna peningkatan ekonomi syariah.
#EKSYARTICLE
#KSEILenteraAsa
#AccelerateShineAchieve
#ArtikelEkonomiSyariah
Peran Perbankan Syariah terhadap Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia
Oleh : Fadhila Guesynova Ghaisani
Perbankan Syariah dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai hubungan yang sangat penting. Hal ini karena UMKM merupakan usaha yang dikelola oleh pengusaha kecil dan dengan modal yang kecil, tetapi mempunyai kontribusi besar sebagai salah satu peyangga perekonomian Indonesia. Berdasarkan Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau prinsip hukum islam.
Edy Setiadi selaku Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia mengutarakan bahwa fokus peran perbankan syariah saat ini adalah membantu sektor UMKM. Terkait dengan pendanaan modal kerja, Bank Syariah menyalurkannya melalui pembiayaan langsung maupun tidak langsung. Beberapa perbankan syariah memanfaatkan baitul maal wat tamwil (BMT) untuk menyalurkan pembiayaan. (Puspitasari, 2020)
Ada banyak strategi bagi Bank Syariah untuk menyalurkan pembiayaannya kepada UMKM, seperti dengan mengembangkan konsep linkage (Bank Syariah yang lebih besar menyalurkan pembiayaan UMKM melalui lembaga keuangan syariah yang lebih kecil) (Khadisa, 2021). Pembiayaan linkage antara Bank Syariah dengan BMT dapat berupa join financing dan executing. Joint financing adalah Bank Syariah dan BMT sama-sama memberikan pembiayaan kepada pelaku UMKM. Sedangkan executing adalah Bank Syariah menyediakan pendanaan yang dapat dimanfaatkan oleh BMT dalam pembiayaan mereka ke nasabah UMKM.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan dari lembaga perbankan syariah sangat mendukung kegiatan ekonomi dan industri.Melalui pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah dengan karakteristik yang berbeda dengan kredit dari bank konvensional, maka akses pembiayaan bagi UMKM semakin terbuka. Apabila sebagian besar atau seluruh UMKM mendapatkan asupan modal sehingga mampu memajukan usaha, mampu berwirausaha dengan sukses, mampu membuka lapangan kerja yang luas, maka pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan berkembang dengan pesat.
#EKSYARTICLE
#KSEIFEBUNDIP2022
#KSEILENTERAASA
#AccelerateShineAchieve
#ArtikelEkonomiSyariah
Urgensi Ziswaf Di Indonesia Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Oleh : Tri Alfianto
Ziswaf selain memiliki fungsi sebagai sarana ibadah juga merupakan salah satu cara pemerataan kesejahteraan masyarakat yang diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk di ambang garis kemiskinan akibat kekurangan makanan ataupun non makanan (Zumar 2013, h.200). Secara nasional dana zakat aktif dikelola oleh Baznas dengan tujuan utama untuk kesejahteraan umat. Menurut beberapa penelitian pun menghasilkan kesimpulan bahwa zakat berperan penting dalam peningkatan kualitas rumah masyarakat yang tidak layak dengan bantuan program pembedahan rumah ( Hermawan 2019,h.5).
Pengelolaan ziswaf di Indonesia dilakukan oleh lembaga khusus seperti Baznas. Dengan adanya ziswaf ini secara tidak langsung telah membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Sayuti 2000, h. 11). Oleh karena itu diperlukan sinergitas antara lembaga pengelola dengan masyarakat serta pemerintah.
Ziswaf juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas SDM melalui bantuan pendidikan kepada mahasiswa, pelajar dan santri yang tergolong ke dalam kategori mustahik. Sehingga dalam pengelolaan ziswaf harus terbuka dan jelas untuk menjaga kepercayaan dari masyarakat pemberi zakat.
Ziswaf secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dana yang dikelola oleh lembaga ziswaf dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat yang berhak seperti untuk meningkatkan kualitas SDM melalui bantuan pendidikan kepada mahasiswa, pelajar dan santri, pembangunan berbagai masjid, sekolah, pesantren, rumah dan lainnya serta membantu perekonomian masyarakat yang berkekurangan. Oleh sebab itu pengelolaan dana ziswaf harus dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk menjaga kepercayaan masyarakat serta pemberi ziswaf.
#KSEIFEBUNDIP2022
#KSEILENTERAASA
#AccelerateShineAchieve
Mengenal Dasar Farmasi dan Kosmetika Bersertifikat Halal di Indonesia
Karya : Lathifah Novi Ramadani
Perkembangan industri halal mulai menapaki era baru yaitu dengan mamasuki tren Global Bisnis. Tren Global Bisnis Halal pada tahun 2016 menyebutkan terdapat 10 sektor yang secara bisnis dan ekonomi memiliki kontribusi yang cukup besar dalam industri halal yang salah satunya adalah sektor industri kosmetik dan farmasi (IIHLEC, 2016).
Sertifikat halal merupakan syarat untuk mencantumkan label halal dalam setiap produk pangan, obat obatan, dan kosmetik. Tujuan pelaksanaan sertifikasi halal adalah untuk memberikan kepastian kehalalan suatu produk sehingga dapat menenangkan batin yang mengkonsumsinya. Sertifikat halal MUI diberikan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI sebagai lembaga otonom dibentuk oleh MUI (Iman Nur et al., 2021).
Berikut ini adalah tahapan yang dilewati perusahaan yang akan mendaftar proses sertifikasi halal:
Produk halal yang beredar merupakan bagian dari sistem hukum sebagai upaya perlindungan konsumen dalam hukum Islam. Oleh karena itu, terdapat sertifikasi halal yang berasal dari LPPOM MUI yang diberikan ke produk farmasi maupun kosmetik yang sudah terbukti halal. Sertifikasi halal dapat diajukan oleh perusahaan kosmetik atau farmasi ke LPPOM MUI dengan menerapkan Sistem Jaminan Halal. Produk kosmetik dan farmasi yang memiliki sertifikasi halal akan menjamin kehalalan produk tersebut sehingga dapat dipakai oleh umat Muslim di seluruh Indonesia.
#EKSYARTICLE
#KSEILenteraAsa
#AccelerateShineAchieve
#ArtikelEkonomiSyariah
Peran Ekonomi Digital dalam Mendorong Pertumbuhan Perekonomian Indonesia di Tengah Pandemi Covid 19
Karya : Bogi Arya Yosafan
Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) yang sangat cepat telah menyebabkan perubahan dan pengaruh yang drasatis terhadap kehidupan manusia. Hal ini tidak terkecuali mempengaruhi pada sektor ekonomi yang akhirnya menimbulkan ekonomi digital sebagai era ekonomi baru. Pengaruh kemajuan teknologi terhadap kegiatan perekonomian sudah diramalkan oleh Tapscott .
Ekonomi digital adalah ekonomi yang didasarkan pada barang elektronik dan jasa yang dihasilkan oleh bisnis elektronik dan diperdagangkan melalui perdagangan elektronik. Artinya, bisnis dengan produksi elektronik dan proses manajemen dan yang berinteraksi dengan mitra dan pelanggan dan melakukan transaksi melalui Internet dan Web teknologi
Berdasarkan data BI, transaksi uang elektronik melonjak selama pandemi Covid-19. Nilai transaksinya meroket 58,6% secara tahunan (year on year / yoy) menjadi Rp 35,1 triliun per Desember2021 ( Bank Indonesia, 2020).
Ekonomi digital memiliki daya tahan terhadap bisnis (business resilience) dan memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Selama Pandemi Covid-19 terlihat bahwa perusahaan dengan model bisnis berbasis online dan internet mampu bertahan, bahkan berhasil meningkatkan jumlah dan nilai transaksi secara signifikan.Maka dari itu kita tentunya sebagai generasi muda tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini, apalagi generasi muda sekarang tidak terpisahkan oleh gadget dan dunia digital. Momentum pertumbuhan ekonomi digital inilah yang dapat kita manfaatkan untuk membantu meningkatkan perekonomian negara yang tengah lesu akibat kondisi pandemi Covid 19.
#KSEIFEBUNDIP2022
#KSEILENTERAASA
#AccelerateShineAchieve
Kaidah Ushul Fiqih Kaitannya dengan Dinamika “Cryptocurrency”
Oleh : Tatsia Fatmasari
Perkembangan zaman menyebabkan kegiatan ekonomi mengalami banyak perubahan dari masa ke masa. Bentuk uang terus berubah seiring dengan perkembangannya.Perkembangan zaman menyebabkan kegiatan ekonomi mengalami banyak perubahan dari masa ke masa. Bentuk uang terus berubah seiring dengan perkembangannya.
Melihat fenomena masyarakat sekarang ini muncullah ide penciptaan mata uang baru yang berbasis cryptography (Sabirin, 2015). Cryptography merupakan cabang ilmu esensial dalam bidang keamanan informasi. Para ahli matematika dan ilmu komputer menemukan penggunaan lain dari cryptography yang berpotensi untuk menunjang kehidupan masyarakat dalam bidang jual beli dan mata uang digital yang disebut dengan cryptocurrency. Cryptocurrency adalah mata uang digital yang tidak diregulasi oleh pemerintah, dan tidak termasuk mata uang resmi.
Siaran Pers Bank Indonesia nomor 16/6/DKom tanggal 16 Februari 2014, Bank Indonesia juga memberikan keputusan bahwa mata uang virtual yang tidak dikeluarkan oleh Bank Indonesia bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Hal ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Undang-Undang ini menjelaskan tentang larangan menggunakan mata uang digital, resiko yang ada dalam menggunakan mata uang digital ditanggung sendiri oleh pengguna.
Penggunaan mata uang kripto, saat ini lebih banyak digunakan untuk alat berspekulasi dan trading. Hal tersebut bertujuan untuk meraih keuntungan dari aktivitas investasi dan trading dengan spekulasi. Hal ini dalam Islam mengandung unsur gharar. Mata uang kripto saat ini masih mengandung voltalitas harga tinggi, dan ketidak stabilan hingga fluktuasi nilai yang sangat tinggi. Hal ini pula identik dengan spekulasi pada selisih harga, sehingga timbulnya niat mendapatkan hasil atau keuntungan dari selisih harga tersebut tergolong dalam unsur gharar dan maysir jika digunakan untuk investasi dan trading cryptocurrency.
Pada dasarnya, keberadaan cryptocurrency sebagai inovasi dan perkembangan teknologi memang dapat memberikan banyak dampak positif. Namun, pencegahan kemudharatan atau kemafsadatan lebih diutamakan disbanding dengan kebermanfaatannya.
#KSEIFEBUNDIP2022
#KSEILENTERAASA
#AccelerateAchieveShine
Fenomena Branding dengan Flexing dalam Sudut Pandang Ekonomi Syariah
Oleh : Septi Itsnaini Azizah
Dewasa ini, internet seakan sudah menjadi kebutuhan bagi setiap orang dimana segala sesuatu menjadi tanpa batas dan tidak terbatas. Dari data diatas dapat dilihat bahwa pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 telah mencapai 132,7 juta atau sebesar 51,8 % dari total populasi penduduk Indonesia yang mencapai 256 juta pengguna (APJII, 2016). Adanya jumlah peningkatan pengguna internet untuk mengakses media sosial menjadikan salah satu trend branding modern yang marak digunakan pada saat ini untuk memasarkan produk. Namun, dibalik keberadaan media sosial sebagai ajang branding, timbul fenomena flexing yang kini tengah ramai diperbincangkan.
Flexing merupakan fenomena memamerkan kekayaan di media sosial. Keberadaan flexing dalam bentuk tertentu di dunia pemasaran sudah sangat dikenal sebagai tren untuk menarik masyarakat umum (Rizaty, Monavia Ayu, Yudhistira, 2022). Akhir-akhir ini, flexing dilakukan untuk membangun kepercayaan konsumen terhadap produk yang dipamerkan sehingga banyak ora ng tertipu dan menaruh uang mereka pada pelaku.
Flexing sendiri dilakukan untuk membangun kepercayaan kepada customer, sehingga banyak orang tertipu dan menaruh uang mereka pada para pelaku.
Tujuan seseorang melakukan flexing bermacam-macam yaitu,
Strategi ini biasanya dilakukan dengan bekerja sama dengan influencer media sosial sehingga cepat menarik perhatian pasar. Namun, tidak sedikit yang menggunakan flexing sebagai modus penipuan (Rizaty, Monavia Ayu, Yudhistira, 2022).
Fenomena branding dengan flexing ini tidak sejalan dengan prinsip ekonomi Islam karena dinilai tidak mencerminkan kesetiakawanan dan kebersamaan untuk menumbuhkan ekonomi umat (Wigdado, 2013). Sejatinya, keuntungan finansial dari media sosial digunakan untuk kepedulian melalui aktivitas-aktivitas seperti sedekah. Flexing semata-mata digolongkan sebagai bentuk perilaku riya dan termasuk perbuatan syirik kecil ( Darmalaksana, 2022).
Dengan demikian, perlu ditegaskan bahwa kemajuan teknologi informasi merupakan akomodasi bagi setiap pihak untuk melakukan adaptasi melalui peningkatan skill dalam penggunaan berbagai platform aplikasi media sosial (Rahmawan, 2018). Hal ini ditegaskan pula oleh pemerintah yang telah menyediakan pengaturan agar setiap orang dapat bertindak bijaksana dalam penggunaan media sosial.
#KSEIFEBUNDIP2022
#KSEILENTERAASA
#AccelerateAchieveShine
G20 PRECIDENCY INDONESIA SEBAGAI MOMENTUM PENINGKATAN EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH DUNIA
Oleh : Haris Wahyu Hermanto
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan berlangsung di Bali pada bulan Desember 2022 membuka berbagai peluang bagi Indonesia, salah satunya pada sektor Ekonomi Syariah. Dengan mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” dalam presidensi G20, Ekonomi Syariah dinilai dapat menjadi solusi terhadap agenda-agenda yang akan dibahas di KTT. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia tentu saja mempunyai potensi perkembangan ekosistem ekonomi dan syariah yang sangat besar.
Menurut data statistik, peringkat Indonesia mengenai pengembangan ekosistem ekonomi dan syariah secara umum yaitu berdasarkan aset keuangan islami hanya meraih urutan ketujuh (Dinar Standard, 2020). Oleh karena itu, peran serta pemanfaatan Ekonomi Syariah di Indonesia belum bisa dikatakan memanfaatkan potensi besar masyarakat muslim dengan maksimal.
Terdapat 2 isu utama yang dibahas oleh kepala negara anggota KTT G20 meliputi Finance Track dan Sherpa Track. Finance Track membahas terkait isu ekonomi dan keuangan, sementara Sherpa Track membahas lebih luas, seperti perubahan iklim, perdagangan, energi, geopolitik, dan isu penting lainnya (Ramalan, 2021). Selain pembahasan mengenai Sherpa Track, Presidensi G20 Indonesia juga akan menyelenggarakan Finance Track yang akan diikuti oleh para menteri keuangan dan gubernur bank sentral di negara-negara G20. Pada kesempatan tersebut, Indonesia dapat menjelaskan mengenai peran, potensi, serta pencapaian ekonomi syariah di tanah air. Dimulai dengan penjelasan peran serta potensi ekonomi islam di Indonesia dengan contoh penerbitan sukuk, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Syariah, dan Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Syariah yang telah membantu dalam pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta perekonomian di Indonesia yang nantinya apabila diimplementasikan secara global manfaatnya akan semakin meluas (Pratama, 2021).
Menurut Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Banjaran Surya Indrastomo menyampaikan bahwa ekonomi syariah bisa menjadi solusi, terutama di dua agenda utama terkait keuangan berkelanjutan dan sistem pembayaran di era digital. Menurutnya, sistem ekonomi dan keuangan syariah sangat relevan untuk diusung. Hal tersebut, tidak hanya mendukung agenda prioritas G20, namun juga dalam rangka mendukung perubahan orientasi gaya hidup masyarakat dunia pasca pandemi COVID-19 yang lebih berorientasi pada kesehatan, kebersihan, digitalisasi, dan aspek sosial yang berkelanjutan.
Terlihat dari data prediksi perkembangan dari pertumbuhan aset keuangan islami diatas bahwa terus bangkit seiring berjalannya waktu dari tahun 2020 hingga 2023 (Dinar Standard, 2020). Hal ini memperlihatkan bahwa ekosistem ekonomi dan keuangan syariah dinilai dapat mendorong produktivitas dan keuangan inklusif melalui berbagai produk pembiayaan. Baik untuk kaum dhuafa, UMKM, hingga pembiayaan proyek hijau yang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Faktanya, pertumbuhan keuangan syariah telah melebihi pertumbuhan pasar keuangan konvensional pada dekade terakhir (Dinar Standard, 2020). Selain itu, inklusi keuangan digital syariah akan berperan penting dalam meningkatkan akses keuangan bagi individu dan UMKM pasca pandemi COVID-19. Ekonomi dan keuangan Islam memainkan peran penting untuk diimplementasikan secara global serta mendapat dukungan dari masyarakat luas. Oleh karena itu, dengan adanya dukungan tersebut harapannya ekonomi Islam mampu menjadi sistem alternatif untuk tujuan bersama di tingkat global.
DAFTAR PUSTAKA
Dinar Standard (2020) “State of the Global Islamic Economy Report Thriving in Uncertainty,” DinarStandard, pp. 1–178. Available at: https://cdn.salaamgateway.com/special-coverage/sgie19-20/full-report.pdf.
Pratama, R. S. (2021) G20 Sebagai Momentum Peningkatan Awareness Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia, kemenkeu.go.id. Available at: https://setjen.kemenkeu.go.id/in/post/g20-sebagai-momentum-peningkatan-awareness-ekonomi-dan-keuangan-syariah-indonesia (Accessed: March 10, 2022).
Ramalan, S. (2021) Erick Thohir Bocorkan 36 Agenda KTT G20 di Bali, idxchannel.com. Available at: https://www.idxchannel.com/economics/erick-thohir-bocorkan-36-agenda-ktt-g20-di-bali (Accessed: March 10, 2022).
Teknologi Finansial Syariah (fintech syariah) merupakan kombinasi dan inovasi yang ada dalam bidang keuangan dan teknologi yang memudahkan proses transaksi dan investasi berdasarkan nilai-nilai syariah. Kenyamanan yang ditawarkan fintech berbasis syariah tidak lepas dari karakteristik bisnis syariah yang bersandar kepada pondasi ekonomi syariah, yaitu ketuhanan (ilahiah), keadilan (al-adl), kenabian (an nubuwah), pemerintahan (al khalifah), dan hasil (al maad). Fintech syariah juga menjadi sebuah sub-sektor baru dalam keuangan syariah yang menerapkan prinsip syariah dalam transaksi keuangan dengan menghindari elemen-elemen riba (interest-taking), gharar (spekulasi), dan kegiatan-kegiatan serta hal-hal yang dilarang secara syariah melalui pendekatan dan adopsi teknologi baru.
Pertumbuhan fintech syariah di Indonesia makin menunjukkan perkembangan positif. Dengan tren yang meningkat positif tersebut, teknologi finansial syariah masih memiliki peluang untuk terus berkembang. Secara proporsi, industri fintech syariah di Indonesia hanya merepresentasikan sebagian kecil dari industri fintech. Hingga akhir Desember 2020, terdapat 10 penyelenggara fintech berbasis syariah dan 1 penyelenggara konvensional yang memiliki produk syariah dari total sebanyak 149 penyelenggara fintech yang sudah terdaftar atau sudah memiliki izin dari Otoritas Jasa dan Keuangan (OJK). Dari jumlah tersebut, fintech syariah ini berkembang menjadi lima sektor, yang sebagian besar merupakan startup fintech dengan skema peer-to-peer lending, sedangkan sisanya terdapat crowdfunding, transfer uang, platform trading, dan e-payment.
Meskipun pertumbuhan fintech syariah belum sebanyak fintech berbasis konvensional, namun fintech syariah diperkirakan akan turut bertumbuh dalam beberapa tahun ke depan. Apalagi, seperti yang diketahui bahwa masyarakat di Indonesia adalah mayoritas muslim dan tentunya solusi keuangan dari fintech syariah juga akan semakin marak diminati. Selain itu, fintech di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar karena dapat memberi solusi untuk kebutuhan mendesak yang tidak dapat diberikan oleh lembaga keuangan tradisional khususnya fintech syariah. Itu sebabnya antusiasme masyarakat terhadap pertumbuhan praktek ekonomi syariah sangat tinggi, terlebih dengan menjamurnya pendirian lembaga keuangan syariah (LKS) salah satunya adalah Tekfin syariah.
Di tengah-tengah tantangan pandemi Covid-19 dimana tekanan perekonomian mendorong adanya konsolidasi sektor keuangan Islam melalui merger maupun akusisi, terjadi akselerasi pertumbuhan Tekfin syariah secara global melalui adopsi teknologi automasi, neo-banking maupun platform investasi berbasis online maupun aplikasi (SGIE, 2020). Layanan pembayaran digital yang sesuai syariah ini mampu mencatatkan pertumbuhan pengguna sampai dengan 200.000 user, serta mencatatkan lebih dari 2 juta transaksi dengan nilai mencapai $20 juta sampai dengan agustus 2020 di tengah tantangan pandemi.
Adapun beberapa tantangan yang dihadapi oleh fintech syariah, yakni dengan keadaan dimana mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Saat ini ada lebih dari 219 juta muslim di Indonesia, namun SDM (Sumber Daya Manusia) yang memahami akad-akad transaksi yang berlandaskan prinsip syariah masih kurang, hal ini dapat diatasi dengan mulai dikenalkannya akad-akad tersebut kepada masyarakat, apalagi dengan jumlah umat muslim yang sangat banyak seharusnya bisa menjadi suatu peluang dan kemudahan bagi pemerintah dan para pelaku fintech syariah untuk menyebarluaskan ilmu dalam transaksi syariah yang penting untuk diketahui sebagai landasan akad pada implementasi fintech syariah di Indonesia.
Selanjutnya mengenai kurangnya sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat yang ingin menggunakan teknologi fintech. Maka tantangan ini justru akan menjadi peluang juga bagi para pelaku fintech syariah dengan melakukan sinergi antara pemerintah ataupun regulator dalam hal ini Otoritas Jasa dan Keuangan (OJK) beserta para pelaku fintech syariah untuk membuat suatu bentuk edukasi ataupun workshop serta kunjungan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat desa atau yang masih minim edukasi mengenai fintech. Selain itu juga bisa membekali masyarakat dengan edukasi fintech berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Hal paling prinsip adalah tindakan menghindari dari riba menjadi keunggulan tersendiri bagi setiap individu yang ingin berpindah dari ekonomi konvensional.
Di Indonesia, perkembangan pesat serta adaptasi yang masif terhadap fintech ditandai dengan meningkatnya penggunaan e-money dan e-wallet oleh institusi non-bank.
Presentasi Uang Elektronik di Indonesia: Bank vs Non Bank
Sumber: Bank Indonesia
Tidak dapat dipungkiri bahwa pelaku fintech yang paling diuntungkan adalah pihak jasa pembayaran, dimana ledakan transaksi online, baik melalui e-commerce maupun channel lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya perusahaan fintech syariah lain, selain Layanan syariah LinkAja, untuk ikut andil dan bermain di jasa pembayaran dalam melengkapi fasilitas pertumbuhan ekosistem ekonomi digital syariah. Di sisi lain, kondisi pandemi dapat dijadikan momentum pembuktian bahwa industri fintech syariah dapat berperan secara maksimal tidak hanya untuk memperbesar pangsa pasar industri, tetapi juga untuk berperan secara aktif dan maksimal dalam membantu perekonomian untuk pulih dan kembali ke track-nya demi menuju Indonesia emas 2045.
Daftar Pustaka
Nafiah, R. & Faih, A., 2019. Analisis Transaksi Financial Technology (Fintech) Syariah. Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, 6(3), pp. 3-6.
Hiyanti, H., Nugroho, L., Sukmadilaga, C. & Fitrijanti, T., 2019. Peluang dan Tantangan Fintech (Financial Technology) Syariah di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, pp. 5-8.
Rusydiana, A. S., 2018. Bagaimana Mengembangkan Industri FintechSyariah di Indonesia ? Pendekatan Interpretive Structural Model (ISM). Jurnal Al-Muzara’ah, 6(2), pp. 123-125.
Wahyuni, R. A. E., 2019. Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia Melalui Penyelenggaraan Fintech Syariah. Jurnal Kajian Hukum Islam, 4(2), pp. 185-192.
OJK, 2020. Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia 2020. [Online] Available at: https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/laporan-perkembangan-keuangan-syariah- indonesia/Documents/LAPORAN%20PERKEMBANGAN%20KEUANGAN%20SYARI AH%20INDONESIA%202020.pdf [Accessed 11 october 2021].
Kasri, R. A. et al., 2021. In: Indonesia Sharia Economic Outlook 2021. s.l.:s.n., pp. 200-217.
Gambar 1. Ilustrasi Mencairnya Es di Kutub Akibat Perubahan Iklim
Sumber: Gambar Cocoparisienne dari Pixabay
Dampak perubahan iklim sudah semakin terasa saat ini. Bencana alam akibat perubahan iklim sangat sering terjadi di seluruh dunia. Mulai dari kebakaran besar di Amerika Serikat, banjir yang sangat parah di beberapa negara Eropa dan Tiongkok, serta kekeringan yang terjadi di banyak wilayah di seluruh dunia (Jalal, 2021). Bahkan, di Indonesia sendiri menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 7 dari 10 bencana di Indonesia berkaitan dengan adanya perubahan iklim (Harsono, 2019). Bencana-bencana yang terjadi tersebut hampir semuanya disebabkan cuaca yang ekstrem akibat kenaikan suhu bumi. Kenaikan suhu bumi mengakibatkan cuaca yang tidak menentu, tenggelamnya wilayah pesisir akibat kenaikan permukaan air laut, kesehatan manusia, dan cuaca ekstrem sehingga menyebabkan bencana-bencana seperti yang disebutkan sebelumnya (KLHK, 2017). Peningkatan suhu bumi ini sesuai dengan Laporan Penilaian Keenam IPCC yang menyebutkan bahwa temperatur bumi telah meningkat hingga 1,09 derajat celsius dan diperkirakan akan terus meningkat hingga menjadi 3,3-5,7 derajat celsius pada tahun 2100 jika tidak ada langkah ambisius untuk mengatasinya (AEER, 2021). Melihat kenyataan tersebut, Indonesia harus bertindak juga dengan berbagai upaya terkait perubahan iklim, baik dari pemerintahan maupun masyarakat.
Banyak upaya yang dapat dilakukan, seperti penggunaan energi terbarukan, perlindungan dan reboisasi hutan, edukasi menyeluruh mengenai perubahan iklim, dan pendanaan terhadap proyek-proyek pencegahan pemanasan global. Keseluruhan upaya tersebut membutuhkan dana yang pastinya tidak sedikit dan harus diupayakan secara bersama-sama. Dalam hal ini, terdapat instrumen pendanaan yang sangat potensial di Indonesia dan dapat digunakan untuk usaha mengatasi perubahan iklim. Instrumen pendanaan tersebut adalah wakaf, khususnya wakaf uang. Wakaf uang sendiri merupakan wakaf bagian dari filantropi islam wakaf berbentuk uang.
Mengapa wakaf uang sangat potensial untuk digunakan sebagai instrumen pendanaan perubahan iklim?
Seperti yang diketahui bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia sehingga jumlah wakaf yang kemungkinan akan didapatkan juga sangat besar. Data menyebutkan bahwa potensi wakaf uang di Indonesia setiap tahunnya mencapai Rp 188 Triliun (Hiyanti et al., 2020). Data potensi tersebut didukung juga dengan asumsi penghitungan potensi wakaf uang dengan asumsi seperti yang tertera pada tabel berikut.
Dapat dilihat bahwa potensi wakaf uang selalu berkembang setiap tahun dengan didasarkan perkembangan jumlah penduduk muslim setiap tahunnya. Potensi angka yang besar tersebut juga didukung dengan beberapa faktor lain yang membuat wakaf uang menjadi sangat potensial. Salah satunya didukung dengan laporan yang menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara paling dermawan di dunia menurut Charities Aid Foundation (Perhimpunan Filantropi Indonesia, 2021). Wakaf sendiri juga merupakan ibadah bagi umat muslim yang mendatangkan pahala yang abadi selama apa yang diwakafkan memberikan kemanfaatan sehingga membuat potensi masyarakat muslim Indonesia untuk berwakaf juga semakin tinggi. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mendukung penuh wakaf uang dengan peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) sebagai langkah transformasi pengelolaan wakaf uang di Indonesia. Terkait penggunaan wakaf untuk lingkungan, sebenarnya sudah terdapat gerakan yang baru saja diinisiasi, yaitu Gerakan Green Waqf. Meskipun demikian, gerakan ini juga perlu untuk digencarkan dan dikampanyekan ke seluruh masyarakat Indonesia sehingga potensi-potensi wakaf yang ada dapat termanfaatkan.
Dengan demikian, pemanfaatan wakaf uang yang sangat potensial ini tentu perlu untuk dilakukan untuk tujuan mengatasi perubahan iklim. Pemanfaatan wakaf uang sebagai instrumen pendanaan dalam mengatasi perubahan iklim bisa dibilang menjadi wujud sinergi antara masyarakat dengan pemerintah dalam melawan perubahan iklim. Bagi umat muslim sendiri, usaha mengatasi perubahan iklim merupakan bentuk peran kita sebagai khalifah di bumi yang salah satunya dapat dilakukan dengan wakaf ini. Meskipun demikian, seharusnya tidak ada alasan lagi bagi seluruh umat manusia untuk tidak peduli terhadap perubahan iklim yang terjadi karena bumi adalah tempat tinggal kita dan kitalah yang harus menjaganya.
DAFTAR REFERENSI
AEER, 2021. Laporan Penilaian ke 6 Panel Iklim Antara Pemerintah (IPCC) Syaratkan Tidak Bangun PLTU Baru agar Selamat dari Perubahan Iklim [WWW Document]. Siar. Pers Koalisi Bersihkan Indones. URL http://aeer.info/laporan-penilaian-ke-6-panel-iklim-antara-pemerintah-ipcc-syaratkan-tidak-bangun-pltu-baru-agar-selamat-dari-perubahan-iklim/
Harsono, F.H., 2019. 7 dari 10 Bencana di Indonesia Terkait Perubahan Iklim. Liputan6.
Hiyanti, H., Afiyana, I.F., Fazriah, S., 2020. Potensi Dan Realisasi Wakaf Uang di Indonesia Tahun 2014-2018. J. Ilm. MEA (Manajemen, Ekon. dan Akuntansi) 4, 77–84.
Jalal, 2021. Indonesia dan Laporan Penilaian Keenam IPCC, Bagaimana Harusnya Kita Berubah? [WWW Document]. Mongabay. URL https://www.mongabay.co.id/2021/08/25/indonesia-dan-laporan-penilaian-keenam-ipcc-bagaimana-harusnya-kita-berubah/
KLHK, 2017. Dampak & Fenomena Perubahan Iklim [WWW Document]. KLHK. URL http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/info-iklim/dampak-fenomena-perubahan-iklim
Perhimpunan Filantropi Indonesia, 2021. Indonesia Kembali Jadi Negara Paling Dermawan di Dunia [WWW Document]. Filantropi.or.id. URL https://filantropi.or.id/indonesia-kembali-jadi-negara-paling-dermawan-di-dunia/